Minggu, 05 Mei 2013



A.    Penelitihan Mengenai manusia purba pada  masa Paleolithikum.
Fosil-fosil manusia purba di Indonesia mungkin sudah ditemui di masa dahulu, bersama fosil-fosil hewan. Tetapi penelitian ilmiah tentang fosil manusia barulah dimulai pada akhir abad yang lalu. Jika penemuan-penemuan mencerminkan kegiatan penelitian. Maka penelitihan paleoanthropologis di indonesia dapat dibagi dalam 3 tahapan, yaitu:
1.      1889-1909
2.      1931-1941
3.      1952-sekarang.
Pada tahapan I, Dr. Eugene Dubois, seorang peneliti Paleoanthropologi ia menduga bahwa manusia purba itu hidupnya pastilah di daerah tropis. Penemuan dobois yang pertama di umumkannya, yaitu atap tengkorak Pithecanthropus Erectus dari trinil (kabupaten Ngawi) sangat penting dalam sejarah paleoanthropologi dan menggocangkan dunia ilmu hayat pada waktu itu. Temuan-temuannya berupa fosil-fosil hewan menyusu dan hewan bertulang belakang lain juga cukup banyak dan memberi dasar-dasar bagi pengetahuan kita tentang lingkungan hidup Pithecanthropus, di Jawa. Dan temuan-temuan pada tahapan I sekarang tersebut disimpan di Leiden, Belanda.
Tahapan kedua, memberi hasil terbanyak dalam waktu yang relatif singkat. Penemuan-penemuan tengkorak dan tulang kering Pithecanthropus Soloensis di Ngandong kabupaten Blora, akibat kegiatan Ter Haar,Oppenoorth dan Von Koenigswarl antara tahun 1931-1933, penemuan ini penting karena menghasilkan satu seri tengkorak yangbesar jumlahnya dalam tempo yang singkat di satu tempat.  Ciri-ciri yang primitif pada tengkorak manusia plestosin  akhirnya itu menambah pentingnya penemuan tersebut. Pada tahun-tahun itu temuan-temuan fosil berbagai species manusia ada terdapat disini, sedangkan ditempat-tempat lain tidak ada demikian. Tahun 1936 tjokrohandojo yang bekerja di bawah pimpinan Duyfjes menemukan sebuah fosil tengkorak anak-anak di utara mojokerto. Ini juga suatu penemuan penting, oleh karena itu pertama kali di sini dijumpai fosil Pithecanthropus di lapisan plestosin bawah.
Penyidik selanjutnya berlangsung terutama di daerah sangiran, surakarta. Antara tahun 1936-1941, Von Koenigswald menemukan di sana fosil-fosil rahang, gigi dan tengkorak. Pentingnya temuan-temuan di Sangiran itu ialah karena ditemukannya baik lapisan plestosin bawah maupun tengah di satu tempat dan di temukannya beberapa spesies ataupun genus di satu tempat yang diantaranya ada yang berasal dari satu masa.
Selain pithecanthropus erectus di Sangiran terdapat juga spesies lain dari genus tersebut. Yang menarik ialah ditemukannya rahang dan gigi-gigi yang besar yang digolongkan ke dalam meganthropus paleojavanecus. Temuan-temuan ini sekarang tersimpan di Frankfurt, Jerman Barat.
Tahapan ke III di mulai sejak tahun 1952 (setelah merdeka), sehingga temuan-temuan dalam tahapan ini tersimpan di negeri penemuannya. Sebagian penemuan terjadi di sangiran. Pentignya tahapan ini ialah ditemukannya bagian-bagian tubuh pithecanthropus yang belum di temukan sebelumnya, seperti tulang-tulang muka dan dasar tengkorak serta ditemukannya tengkorak P. Soloensis di lapisan plestosin tengah. Juga dalam tahapan ini ditemukan situs manusia purba bari di sambungmacan, kabupaten Sragen, dekat sungai solo.
B.     Jenis manusia purba di masa Paleolithikum
1.      Meganthropus (manusia raksasa)
Berdasarkan hasil rekontruksi dan analisa para ahli, meganthropus diperkirakan hidup dengan cara mengumpulkan makanan (food gathering), dan makanan mereka yang utama adalah tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan. Mereka belum mengenal api, sehingga mereka juga belum mengenal memasak makanan, oleh karena itu makanan mereka masih dikunyah dan dimakan secara mentahan.
Jenis manusia Meganthropus yaitu Meganthropus Paleojavanicus, Manusia tertua berbadan besar yang berasal dari Jawa. Ditemukan oleh seorang berkebangsaan Belanda bernama Von koenigswald di Daerah Sangiran, Jawa tengah antara 1936-1941 pada lapisan bawah (Plestosen bawah ) dan diperkirakan hidup 1-2 juta tahun yang lalu.
ciri-cirinya :
·            Memiliki tulang pipi yang tebal
·            Memiliki otot kunyah yang kuat
·            Memiliki tonjolan kening yang mencolok 
·            Memiliki tonjolan belakang yang tajam
·            Tidak memiliki dagu
·            Memiliki perawakan yang tegap
·            Memakan jenis tumbuhan 
        
Penemuan tengkorak Meganthropus Paleojavanicus
 
rahang yang berukuran besar pada manusia purba Meganthropus Paleojavanicus
2.      Pithecanthropus
Pitthecantropus merupakan jenis fosil manusia purba yang paling banyak diutamakan di Indonesia. Fosil-fosilnya banyak ditemukan pada lapisan plestosin bawah dan tengah. Pithecanthropus hidup secara berkelompok dan untuk mendapatkan makanan, mereka mencarinya dengan cara berburu dan menangkap ikan serta mengumpulkan makanan (hutting and food gathering). Untuk mendapatkan makanan tersebut mereka masih menggunakan alat-alat dari batu dan kayu yang dipangkutkan.
Menurut Eugene Dobois, secara biologis Pithecanthropus memiliki volume otak sekitar 900cc yang berarti lebih kecil dari otak manusia yang biasanya yang biasanya di atas 1000cc, Serta lebih besar dari volume otak kera yang maksimal hanya 600cc. Dengan demikian, volume otak makluk tersebut berada diantara volume otak manusia dan kera, oleh karena itupula maka fosil tersebut dinamakan pithecanthropus yang berrati manusia kera.
Beberapa fosil pithecanthropus yang ditemukan pada lapisan plestosin bawah antara lain :
a.       Pithecanthropus Mojokertensis
Pada tahun pertama penelitihan yang dilakukan oleh Von koenigswald di perning (dekat kota Mojokerto). Fosil temuannya itu berupa fosil tengkorak anak-anak, seusai kira-kira lima sampai enam tahunan. Dan diperkirakan berasal dari keturunan Pithecanthropus. Maka fosilnya di namakan Pithecanthropus Mojokertensis. Yang berarti manusia kera dari Mojokerto. Berdasarkan hasil rekonstruksi, ciri-ciri utaa lain fosil Pithecanthropus Mojokertensis adalah berbadan tegap, mukanya menonjol kedepan, kening tebal, serta tulang pipi yang kuat.
Fosil Pithecanthropus Mojokertensis
b.      Pithecanthropus Robustus
Dalam tahun-tahun berikunya, Von Koenigswald ternyata masih menemukan lagi beberapa jenis fosil manusia purba, antara lain penemuannya di desa Trinil dekat Ngawi Jawa Tengah, pada tahun 1939. Dalam penyelidikan yang keduanya, Von Koenigswald meneliti dengan Weidenreich. Mereka menemukan fosil manusia purba sejenis Pithecanthropus, namun ukurannya jauh lebih besar dan kuat, oleh karena itu dinamakan Pithecanthropus Robustus.
Ciri-ciri :
-    Tinggi badan sekitar 165 180 cm
-    Volume otak berkisar antara 750 1000 cc
-    Bentuk tubuh & anggota badan tegap
-    Alat pengunyah dan alat tengkuk kuat
-    Geraham besar dengan rahang yang kuat
-    Bentuk tonjolan kening tebal
-    Bagian belakang kepala tampak menonjol.
Fosil Pithecanthropus Robustus
c.       Pithecanthropus Erectus
Penelitihan pertama yang mengadakan penelitihan tentang manusia purba di Indonesia adalah seorang dokter militer bangsa Belaanda, bernama Eugene Dubois. Fosil-fosil manusia purba antara lain di temukan di desa Trinil, kabupaten Ngawi, jawa Timur dan berarsal dari plestosen tengah. Berdasarkan penyelidikan serta rekontruksi yang di adakannya, Dubois berkesimpulan bahwa makluk tersebut berada di antara manusia dan kera, sedangkan berjalannya sudah tegak (erectus). Oleh karena itu, makluk tersebut dinamakan Pithecanthropus Erectus, atau manusia kera yang sudah dapat berjalan tegak. Volume otak Pithecanthropus erectus diperkirakan sekitar 770 - 1000 cm kubik. Bagian tulang-belulang fosil manusia purba yang ditemukan tersebut adalah tulang rahang, beberapa gigi, serta sebagian tulang tengkorak.
           Fosil Pithecanthropus Erectus

3.      Manusia Purba Jenis Homo
Manusia purba jenis homo ini sudah lebih maju dan sempurna jika dibandingkan dengan Meganthropus maupun Pithecanthropus. Secara fisik ciri-ciri homo sudah mirip dengan manusia modern sekarang ini, misalnya saja, bentuk kepalanya sudah tidak lonjong. Sementara secara kualitatif, tingkat kecerdasan mereka sudah lebih tinggi. Mereka juga sudah menggunakan alat-alat dari batu maupun tulang.
Beberapa jenis homo :
a.       Homo Soloensis
Fosil ini ditemukan di Ngandong, Blora di Sangiran dan Sambung Macan, Sragen oleh Ter Haar, Oppenoorth dan Von Koenigswald pada tahun 1931-1933 dari lapisan Pleistosen Atas. Homo Soloensis diperkirakan hidup sekitar 900.000-300.000 tahun yang lalu.
                   Fosil Homo Soloensis
b.      Homo Wajakensis
Fosil manusia purba dari genus homo yang berasal dari kala Pleistosen di Indonesia ditemukan di Wajak. Fosil yang ditemukan di Wajak adalah Homo Sapiens, dekat daerah Campurdarat, Tulungagung. Fosil ini ditemukan oleh Van Rietschoten pada tahun 1889 dan diselidiki pertama kali oleh Dubois. Fosil yang ditemukan terdiri atas tengkorak, rahang bawah, dan beberapa ruasleher.
Ciri-ciri Homo Wajakensis sebagai berikut :
-          Muka datar dan lebar,
-          Hidung lebar dan bagian mulutnya menonjol,
-          Dahinya agak miring dan di atas mata terdapat busur kening yang nyata,
-          Tenggorokannya sedang, agak lonjong, dan agak bersegi di tengah-tengah atap tengkoraknya dari muka ke belakang,
-          Mukanya lebih Mongoloid karena sangat datar dan pipinya menonjol ke samping.
                 Fosil Homo Wajakensis