Minggu, 28 April 2013

Tokoh-tokoh Hermeneutika


F.D.E. Schleiermacher (1768 – 1834)

Schleiermacher membedakan hermeneutik dalam pengertian ilmu atau seni memahami dengan hermeneutik yang didefinisikan sebagai studi tentang memahami. Ia menulis:Semenjak seni berbicara dan seni memahami berhubungan satu sama lain, maka berbicara merupakan sisi luar dari berpikir, hermeneutik adalah bagian dari seni berpikir itu dan oleh karenanya bersifat filosofis (Schleiermacher, 1917:97) Menurut Schleiermacher berbicara itu berkembang seiring dengan buah pikiran. Menurutnya ada jurang pemisah antara berbicara atau berpikir yang sifatnya internal dengan ucapan yang aktual. Pemahaman hanya terdapat di dalam kedua momen yang saling bertautan satu sama lain yaitu apa yang dikatakan konteks bahasa dan apa yang dipikirkan oleh pembicaranya.Schleiermacher dalam uraiannya banyak dipengaruhi oleh Freidrich Ast dan Freidrich August Wolf. Menurut Ast tugas hermeneutik adalah membawa keluar makna internal dari suatu teks beserta siatinya menurut jamannya.Ia membagi tugas itu dalam tiga bagian, sejarah, tata bahasa dan aspek kerohaniannya (geistige). Korespondensi ketiga bagian tersebut merupakan tiga taraf penjelasan yaitu:
•Hermeneutik atas huruf (Hermeneutik des Buchstabens) atau bahan baku teks
•Hermeneutik atas makna (hermeneutik des Sinnes) atau bentuk teks
•Hermeneutik atas aspek kejiwaan (Hermeneutik des Geistes) atau jiwa teks
F.A. Wolf mendefiniskan hermeneutik sebagai seni menemukan makna sebuah teks. Menurutnya ada tiga jenis hermeneutik atau interpetrasi yaitu Interpretasi gramatikal, Interpretasi historis, dan Interpretasi Retorik.
Perbedaan antara Ast dan Wolf adalah, Wolf membahas tata bahasa, hermeneutik dan kritik sebagai studi persiapan filologi sementara Ast menganggap ketiga disiplin ilmu tersebut hanya lampiran (appendiks) bagi filologi. Menurut Shleiermacher sendiri ada dua tugas hermeneutik yang identik satu sama lain, yaitu interpretasi gramatikal dan interpretasi psikologis. 
Kompetensi linguistik dan kemampuan mengetahui sesorang sangat menentukan keberhasilan sebuah interpretasi.Karena dua hal tersebut sangat sulit mengingat, Schleiermacher mempunyai sebuah rumusan positif dalam bidang seni interpretasi yaitu rekonstruksi hitoris, obyektif dan subyektif terhadap sebuah pernyataan.


Wilhelm Dilthey (1833 – 1911)
Dilthey adalah seorang filsuf Jerman. Ia terkenal dengan riset historisnya dalam bidang hermeneutik. Ia berambisi menyusun dasar epistemologis baru bagi pertimbangan sejarah tentang pemahaman yang memandang dunia sebagai wajah interior dan eksterior. 
Ia sangat tertarik pada karya-karya Schleiermacher dan kehidupan intelektualnya, terutama pada kemampuan intelektualnya dalam menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya-karya kefilsafatan, serta kagum pada karya terjemahaan dan interpretasinya atas dialog Plato.
Dithey seakan-akan ‘mematri’ sejarah dan filsafat menjadi satu maksud untuk mengembangkan suatu pandangan filosofis yang komprehensif dan tidak terjaring oleh dogma metafisika dan tidak ‘diredupkan’ oleh prasangka. (Dilthey, 1962: Pattern and meaning in history)
Ia berambisi untuk menyusun sebuah dasar epitemologis baru bagi pertimbangan sejarah, gagasan tentang komprehensi atau pemahaman yang memandang dunia dalam dua wajah, interior (wajah dalam) dan eksterior (wajah luar). Mirip dengan dualisme Descrates tentang badan dan jiwa, yaitu spiritualisme sebagai bagian interior dan realisme sebagai bagian eksterior.
Secara eksterior, suatu peristiwa mempunyai tanggal dan tempat khusus atau tertentu; secara interior, peristiwa itu dilihat atas dasar kesadaran atau keadaan sadar. Kedua dimensi ini tidak bernilai sama, bahkan dapat dikatakan dalam keadaan saling tergantung.
Kesulitan yang dihadapi Dilthey adalah bagaimana menempatkan penyelidikan sejarah sejajar dengan penelitian ilmiah.


Hans-Georg Gadamer
Hans-Georg Gadamer lahir di Marburg tahun 1900.ia belajar filsafat di universitas di kotanya a.l pada Nikolai Hartman, Martin Heidegger dan Rudolf Bultmann (teolog protestan). Karier filsafat Gadamer mencapai puncak pada 1960, saat ia menjelang pensiun, melalui bukunya ‘Kebenaran dan Metode’ (Wahrheit und Methode) – sebuah dukungan berarti bagi karya Heidegger ‘Sein und Zeit’ (Being and Time).
Memahami karya-karya Gadamer bukanlah hal yang mudah, sumber kompleksitas ini antara lain karena, pertama, filsafat hermeneutik Gadamer menurut faktanya juga didasarkan pada pemikiran hermeneutik.Argumennya sangat mengandalkan analisis kritisnya tetnang bahasa, kesadaran historis serta pengalaman estetika.Dalam Philosophische Lehrjahre analisis Gadamer tentang kebenaran menunjukkan adanya perpaduan cakrawala gagasan antara Kant, Dilthey, Aquinas dan dirinya.Kedua, dalam Truth and Method menampilkan kesatuan gagasan tanpa garis batas dan ketertutupan tanpa penjabaran.
Gadamer dalam bukunya ‘Kebenaran dan Metode’ lebih menekankan pada pemahaman yang mengarah pada tingkat ontologis, bukan metodologis.Ia ingin mencapai kebenaran bukan melalui metode melainkan melalui dialektika. Dalam buku ini, ia mengungkapkan konsep yang menarik tentang ‘permainan’. Subjek permainan yang sebenarnya bukanlah para pemainnya, namun permainan itu sendiri (Gadamer, 1986:92).
Gadamer menolak konsep hermeneutik sebagai metode karena ia beranggapan bahwa metode tidak dapat menjamin kebenaran. Menurut Gadamer, logika sendiri sudah tidak berdaya dan tidak mampu menjadi sarana untuk mencapai kebenaran filosofis.
Gadamer juga menaruh perhatian pada bidang seni dengan alasan dalam seni kita mengalami suatu kebenaran, namun bukan kebenaran yang melalui penalaran melainkan kebenaran yang menurut faktanya ‘menentang semua jenis penalaran’.Gadamer mengutip pendapat Kant bahwa ‘seni murni adalah seni para genius’ dan kebenarannya tidak dapat dicapai dengan metode ilmiah.
Gadamer membahas empat konsep tentang manusia yang memperkaya hermeneutik, yaitu:
Bildung (kultur/kebudayaan, formatio-Latin) – konsep yang meliputi seni, sejarah, Weltanschauung, pengalaman, ketajaman pikiran, dunia eksternal dll, yang semuanya kita mengerti sebagai istilah-istilah dalam sejarah. Sebuah kumpulan kenangan, pembentukan jalan pikiran;
Sensus Communis – pertimbangan praktis yang baik (le bon sens-Perancis), ini diperlukan dengan maksud untuk memahami arus yang mendasari pola sikap manusia;
Pertimbangan – sifatnya universal, namun bukan berarti berlaku umum, yaitu kemampuan untuk memahami hal-hal khusus sebagai contoh yang universal, dan kemampuan ini akan melibatkan perasaan, konsep, prinsip, dan hukum-hukum yang dapat diolah manusia;
Taste atau selera – sama dengan rasa, yaitu dalam pengoperasiannya tidak memakau pengetahuan akali. Fenomena selera adalah kemampuan intelektual untuk membuat diferensiasi atau perbedaan, tetapi kemampuan ini tidak dapat didemonstrasikan.
Gadamer berpendapat bahwa hermenutik adalah seni bukan proses mekanis. Pemahaman dan hermenutik hanya dapat diberlakukan sebagai suatu karya seni.Ia mengatakan bahwa interpretasi adalah penciptaan kembali. Penafsir selalu memahami realitas dan manusia dengan titik tolak sekarang atau kontemporer.
Refleksi hermeneutik menjadi penting bila kita berhubungan dengan manusia yang pengalamannya tidak selalu dapat digolong-golongkan maupun dipelajari secara artifisial. 


Jurgen Habermas
Selain tekun dalam filsafat, Habermas yang lahir di Gummersbach 1929, juga menekuni bidang politik dan banyak berpartisipasi dalam diskusi tentang ‘persenjataan kembali’ (reamament) di Jerman.
Meski gagasan Habermas tidak berpusat pada hermeneutik namun gagasan-gagasannya banyak mendukung pustaka hermeneutik.Gagasan hermeneutiknya dapat ditemukan dalam tulisannya ‘Knowledge and Human Interest’.
Menurut Habermas, penjelasan ‘menuntut penerapan proporsi-proporsi teoritis terhadap fakta yang terbentuk secara bebas melalui pengamatan sistematis’ (Habermas, 1972:144). Sedangkan pemahaman adalah ‘suatu kegiatan dimana pengalaman dan pengertian teoritis berpadu menjadi satu’.
Habermas mengikuti tiga bentuk penyimpulan yang dikemukakan oleh C.S. Peirce yaitu deduksi, induksi dan abduksi (proses pembentukan hipotesis yang bersifat eksplanatoris).
Habermas menyatakan bahwa selalu ada makna yang bersifat lebih, yang tidaka dapat dijangkau interpretasi, yaitu yang terdapat di dalam hal-hal yang bersifat ‘tidak teranalisiskan’. ‘tidak dapat dijabarkan’, bahkan diluar pikiran kita. Ia lebih lanjut menyatakan bahwa sebuah penjelasan menuntut penerapan proposisi-proposisi teoritis terhadap fakta yang terbentuk secara bebas melalui pengamatan sistematis. Penjelasan haruslah berupa penerapan secara objektif sesuatu hukum atau teori terhadap fakta, dan pemahaman menjadi subjektifnya.
Pemahaman hermenutik lebih diarahkan pada konteks tradisional tentang makna. Habermas membicarakan tentang ‘pemahaman monologis tentang makna’, yaitu pemahaman yang tidak melibatkan hubungan-hubungan faktual tetapi mencakup bahasa-bahasa ‘murni’, seperti misalnya bahasa simbol. 
Pemahaman herneutik melibatkan tiga kelas ekspresi kehidupan yaitu lingusitik, tindakan dan pengalaman.
Dalam hermeneutik, penafsir mengalami dilema antara tetap objektif dan bersifat subjektif atau antara tetap subjektif dan harus menjadi objektif.Dilema ini merupakan pertanyaan ‘eksklusif linguistik atau analisis empiris’.

Paul Ricoeur 
Ricoeur yang berlatar belakang pandangan Katholik, memiliki prespektif kefilsafatan yang beralih dari analisis eksistensial ke analisis eidetik (pengamatan yang sedemikian mendetil), fenomenologis, historis, hermeneutik hingga pada akhirnya semantik.
Ia mengatakan bahwa pada dasarnya keseluruhan filsafat itu adalaha interpretasi terhadap interpretasi, seperti yang dikutip dari Nietzsche, ia menyatakan bahwa hidup itu sendiri adalah interpretasi (Ricoeur, 1974:12)
Bilamana ada pluralitas makna, maka dibutuhkan sebuah interpretasi, demikian pula jika simbol-simbol mulai dilibatkan. Setiap interpreatsi adalah usaha untuk membongkar makna-makna yang masih terselubung.
Menurut Riceour, setiap kata merupakan sebuah simbol yang penuh dengan makna dan intensi yang tersembunyi. Jadi tidaklah heran jika menurut Riceour tujuan hermeneutik adalah menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut (Montifiore, 1983:192)
Salah satu sasaran yang hendak dituju oleh berbagai macam hermeneutik adalah ‘perjuangan melawan distansi kultural’, yaitu penafsir harus mengambil jarak supaya ia dapat membuat interpretasi dengan baik.
Jika pembahasan interpretasi hanya terbatas pada simbol-simbol maka ini menjadi terlalu sempit, Riceour kemudian memperluas definisi tersebut dengan menambahkan ‘perhatian kepada teks’.Teks sebagai penghubung bahasa isyarata dan simbol-simbol dapat membatasi ruang lingkup hermeneutik karena budaya oral dapat dipersempit.
Tugas utama hermeneutik di satu pihak adalah mencari dinamika internal yang mengatur struktural kerja di dalam suatu teks, dan di lain pihak mencari daya yang dimiliki kerja teks itu untuk memproyeksikan diri keluar.
Definisi pasti tentang hermeneutik menurut Ricoeur adalah teori pengoperasian pemahaman dalam hubungannya dengan interpretasi terhadap teks (Ricoeur, 1985:43).
Baginya manusia pada dasarnya adalah bahasa dan bahas itu sendiri merupakan syarat utama bagi semua pengalaman manusia.
Penjelasan struktural suatu teks cenderung bersifat obyektif, sedangkan penjelasan hermeneutik memberi kita kesan subyektif, di sinilah didapati dikotomi antara obyektifitas dan subyektifitas yang menimbulkan problem.Dikotomi antara ‘penjelasan’ dan ‘pemahaman’ sangat tajam, yaitu untuk memahami sebauh percakapan kita harus kembali pada struktur permulaannya. Kebenaran dan metode dapat menimbulkan proses dialektis.
Otonomi teks ada tiga macam: intensi atau maksud pengarang, situasi kultural dan kondisi sosial pengadaan teks, dan untuk siapa teksi tu dimaksudkan.
Menurut Ricoeur ada tiga langkah pemahaman, yaitu yang berlangsung dari penghayatan atas simbol-simbol ke gagasan tentang ‘berpikir dari’ simbol-simbol.Langkah pertama adalah langkah simbolik atau pemahaman dari simbol ke simbol, langkah kedua adalah pemberian makna oleh simbol serta penggalian yang cermat atas makna, langkah ketiga adalah langkah yang benar-benar filosofis yaitu berpikir dengan menggunakan simbol sebagai titik tolaknya.
Pemahaman yang pada dasarnya adalah ‘cara berada’ (mode of being) atau ‘cara menjadi’ hanya bisa terjadi pada tingkat pengetahuan yaitu pada teori tentang pengetahuan atau Erkenntnistheorie.
Ada empat tema yang diketengahkan oleh Ricoeur, tema pertama adalah tidak ada titik nol saat kritik tuntas dapat mulai dilakukan.Tema kedua adalah tidak ada pandangan umum menyeluruh yang memberi kita kemungkinan untuk memahami totalitas akibat sejarah hanya dalam waktu sekejap saja. Tema ketiga adalah jika tidak ada pandangan ang menyeluruh, maka tidak akan ada situasi yang secara mutlak membatasi kita. Tema keempat adalah perpaduan antarcakrawala

Minggu, 21 April 2013

Review Pemikiran Filsafat Karl Marx Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revesionisme



Ø  Nama : Rixvan Afgani
Ø  NIM : 121211431084
Review Buku Pemikiran Karl Marx
(Dari Sosialisme Utopis ke Perselisihan Revesionisme)
Karl Heinrich Marx lahir di Trier, distrik Moselle, Prussian Rhineland, Jerman pada tanggal 15 Mei 1818, dikenal sebagai pelopor ideologi sosialis. Marx tumbuh di tengah pergolakan politik yang dikuasai oleh kekuatan kapitalis para Borjuis yang menentang kekuasaan aristokrasi feodal dan membawa perubahan hubungan sosial. Meskipun memperjuangkan kelas orang-orang tertindas sebagai referensi empiris dalam mengembangkan teori filsafatnya, namun ia lebih dikenal sebagai peletak dasar ideologi komunis. Bersama dengan sahabat karibnya, Friederich Engels, tahun 1847 mereka menerbitkan buku Communist Manifesto, buku yang menjadi bacaan dunia dan menjadi referensi utama lahirnya negara-negara berideologi komunis seperti Uni Sovyet dibawah pimpinan Lenin dan China yang dipimpin oleh Mao Tse-Tung. Marx meninggal di London pada 13 Maret 1883, sebelum ia menyelesaikan dua jilid terkhir dari bukunya yang sangat populer, Das Kapital yang diterbitkan pada tahun 1867. Kedua jilid lanjutan yang belum rampung tersebut diselesaikan oleh sahabatnya Friederich Engels yang dirujuknya dari catatan-catatan dan naskah peninggalan Marx.
Sebagai sebuah ideologi perjuangan politis, “Marxisme” menyemangati sebagian besar gerakan buruh sejak akhir abad ke-19 dan dalam abad ke-20 mendasari kebanyakan gerakan pembebasan sosial. Akan tetapi, pada akhir abad ke-19 terjadi sesuatu terhadap pemikiran Karl Marx, yang waktu itu sebagai “Marxisme”, bahwa “Marxisme” sudah menjadi acuan perjuangan kaum buruh. Di Rusia, seorang penganut muda sosialisme mengadopsi Marxisme sebagai bagian integral dalam ideologi revolusioner menyeluruh sebuah gerakan yang akan menjadi sistem kekuasaan totaliter paling dahsyat yang dikenal oleh umat manusia sampai sekarang. Pemuda itu bernama Wladimir Ilyic Ulyanow, alias Lenin, dan gerakannya kemudian dikenal sebagai “komunisme”. “Marxisme” menjdi kekuatan mondial melalui “Marxisme Leninnisme”, ideology resmi partai dan sistem kekuasaan komunis internasional. Banyak orang yang mengira bahwa komunisme dan marxisme adalah sama, tetapi sebenarnya itu adalah berbeda. Komunisme adalah gerakan dan kekuatan politik partai-partai komunis yang sejak revolusi Oktober 1917 di bawah pimpinan Lenin menjadi kekuatan politis dan ideologi internasional. Komunisme juga dipakai untuk ajaran komunis dan “Marxisme-Leninisme” yang merupakan ajaran atau ideologi resmi komunisme. Istilah marxisme sendiri adalah sebutan bagi pembakuan ajaran resmi Karl Marx yang terutama dilakukan oleh temanya Friedrich Engels dan tokoh teori Marxis, Karl Kautsky. Dalam pembakuan ini ajaran Marx yang sebenarnya ruwet dan sulit dimengerti, disederhanakn agar cocok sebagai ideologi perjuangan kaum buruh. Walaupun menurut Georg Lukacs, Marxisme Klasik adukan Engel-Kautsky itu menyimpang dari apa yang sebenarnya dimaksudkan oleh Marx. Karena itu, apabila kita ingin mengenali apa yang sebenarnya dipikirkan oleh Marx, kita tidak boleh berfokus pada “Marxisme” melainkan harus menelusuri proses perkembangannya.
Karl Marx banyak menulis buku. Di antara sekian banyak buku yang ditulisnya, istilah kunci Marx adalah “keterasingan”. Yang menjadi pertanyaan Marx adalah di mana ia harus mencari sumber keterasingan itu. Jawabannya ditemukan sesudah berjumpa dengan kaum sosialis radikal di Paris. Di Paris, Marx menjadi yakin bahwa keterasingan paling dasar berlangsung dalam proses pekerjaan manusia. Sebenarnya pekerjaan adalah kegiatan di mana manusia justru menemukan identitasnya. Tetapi sistem hak milik pribadi kapitalis menjungkirbalikkan makna pekerjaan menjadi sarana eksploitasi. Melalui pekerjaan, manusia tidak menemukan melainkan mengasingkan diri. Hal itu karena sistem hak milik pribadi membagi masyarakat ke dalam para pemilik yang berkuasa dan para pekerja yang terekspoitasi. Manusia hanya akan terbebas apabila hak milik pribadi atas alat-alat produksi dihapus melalui revolusi kaum buruh. Karena itu Marx semakin memusatkan perhatiannya pada syarat-syarat penghapusan hak milik pribadi . Marx mengklaim bahwa sosialismenya adalah sosialisme ilmiah yang tidak hanya ddorong oleh cita-cita moral, melainkan berdasarkan pengetahuan ilmiah tentang hokum-hukum perkembangan masyarakat. Dengan demikian pendekatan Marx berubah dari yang bersifat murni filosofi menjadi semakin sosiologis. Sosialisme ilmiah itu disebut Marx sebagai dialektika antara perkembangan bidang ekonomi di satu pihak dan struktur kelas-kelas sosial di pihak lain. Faktor yang menentukan sejarah bukanlah politik atau ideologi, melainkan ekonomi. Perkembangan dalam cara produksi lama kelamaan akan membuat struktur-struktur hak milik lama menjadi hambatan kemajuan. Dalam situasi ini akan timbul revolusi sosial yang melahirkan bentuk masyarakat yang lebih tinggi.
Sekitar tahun 1843, di Paris, Marx menemukan pemikiran baru. Yaitu pemikiran sosialis. Cita-cita sosialisme sudah dicetuskan jauh sebelum Marx mulai memikirkan revolusi proletariat. Sebagaimana yang ditegaskan oleh Theimer, gagasan bahw akekayaan dunia ini merupakan milik semua, bahw apemilikan bersama lebih baik daripada milik pribadi. Pemilikan bersama menurut ajaran ini akan menciptakan dunia lebih baik, membuat sama situasi ekonomis semua orang, meniadakan perbedaan antara miskin dan kaya, menggantikan usaha mengejar keuntungan pribadi dengan kesejahteraan umum. Dengan demikian sumber segala keburukan sosial akan dihilangkan, tidak akan ada perang lagi, semua orang akan menjadi saudara.”
Kata sosialisme sendiri muncul di Perancis sekitar tahun 1830, begitu juga kata komunisme. Kedua kata ini semula sama artinya, tetapi segera komunisme dipakai untuk aliran sosialis yang lebih radikal, yang menuntut penghapusan total hak milik pribadi dan kesamaan konsumsi serta mengharapkan keadaan komunis itu bukan dari kebaikan pemerintah, melainkan semata-mata dari perjuangan kaum terhisap sendiri. Marx dan Engels semula menyebutkan diri komunis, tetapi kemudian lebih suka denagn kata sosialis.
Di dalam buku ini menjelaskan tokoh-tokoh yang mempengaruhi cara berpikir Marx. Yaitu : Babeuf yang menyatakan bahwa nilai teringgi adalah kesamaan. Pengikut Babeuf menyatakan bahwa mereka akan membuktikan bahwa tanah dan bumi bukan milik pribadi melainkan milik semua. Dan mereka akan membuktikan bahwa apa yang diambil darinya oleh seseorang melebihi kebutuhan makannya merupakan pencurian terhadap masyarakat. Saint-Simon yang terkenal dengan kritikannya yang keras terhadap keadaan terlantar kaum buruh dan tuntutan emansipasi proletariat. Ia juga yakin bahwa tujuan sejarah adalah kemajuan dan kemajuan akan membawa perbaikan nasib orang banyak. Saint-Simon adalah apa yang sekarang disebut teknokrat. Robert Owen yang berargumentasi bahwa reformasi itu tidak hanya menguntungkan bagi kaum buruh, melainkan juga bagi kaum kapitalis sendiri dan seluruh masyarakat. Owen juga memperjuangkan perundangan sosial yang maju, seperti perlindungan pekerja, pembatasan pekerjaan anak-anak, dan diadakannya inspeksi berkala oleh negara. Fourier yang benci pada segala gagasan revolusioner. Pendekatannya teknokrasi. Menurutnya kemerelatan dan penghisapan kaum buruh serta krisis-krisis ekonomi merupakan akibat organisasi pekerjaan dan pertukaran dalam masyarakat yang salah. Jadi, organisasi itulah yang harus direformasi.Cabet menyebarluaskan cita-cita komunisme yang tidak revolusioner. Ia mendasarkan diri pada tadisi kristiani dan ajaran Yesus yang dianggapnya seorang komunis. Revolusi dan konspirasi sebagaimana diusahakan oleh Babouvisme ditolaknya karena akan mengakibatkan lebih banyak penderitaan daripada kebahagiaan. Blanqui adalah seorang revolusioner yang hendak mencapai sosialisme melalui pemberontakan kaum buruh. Dalam lingkungan Marxisme Blanquisme dipahami sebagai kebijakan yang ingin memenangkan sosialisme melalui pemberontakan bersenjata kelompok-kelompak kecil sebelum mayoritas rakyat berkembang menjadi prolektariat industry. Menurut Blanqui kelompok-kelompok kecil dapat menjadi perintis yang dapat mencapai sosialisme dengan lebih cepat. Marxisme menolak anggapan ini sebagai voluntarsioner revolusioner yang mau menggantikan syarat-syarat objektif revolusi dengan kehendak subjektif sang revolusioner. Weitling yang mempunyai gagasan lebih berupa khotbah tenatng keadilan dan tentang keharusan memberontak melawan kaum tiran daripada suatu analisis di sekitar situasi kaum buruh. Menurutnya, umat manusia melalui tiga tahap dalam sejarahnya. Semula di zaman emas, belum ada hak milik pribadi.Tahap kedua umat manusia adalah masa hak milik pribadi. Untuk menciptakan keadilan kita perlu masuk ke dalam tahap ketiga yaitu masa komunisme, di mana hak milik pribadi harus dihapus, segala kekayaan harus dimiliki oleh semua dan semua orang harus bekerja. Proudhon, yang berpikir praktis dan menyadari bahwa reformasi masyarakat harus mendasarkan diri pada ilmu ekonomi. Ia menolak komunisme dan sosialisme negara. Ia berpendapat bahwa ada sebuah tatanan masyarakat yang alami dan bahwa manusia sejak kelahirannya memiliki hak-hak azazi tertentu. Yaitu hak atas kebebasan, kesamaan, dan kedaulatan pribadi. Blanc yang percaya bahwa semau manusia pada dasarnya baik dan menjadi jelek karena persaingan. Blanc adalah pendahulu gerakan sosial demokrasi dan antirevolusioner. Hess, berpendapat bahwa umat manusia sedang masuk ke dalam perkembangannya di mana manusia dan Alloh, roh dan alam menyatu kembali. Apabila agama-agama kembali ke asal-usul bersama mereka, uamt manusia akan mengalami pembebasan. Gagasan terpenting dari Hess adalah filsaat kemanusiaan sebagaimana dipaparkan oleh Feuerbach menuntut sosialisme sebagai implikasi politis. Dengan demikian Hess menjadi jembatan antara humanisme filosofis Feuerbach dan aktivisme revolusioner Marx. Komunisme harus dicapai melalui revolusi sosial yang akan menjadi akibat dari semakin lebarnya jurang yang menganga antara akumulasi kekayaan oleh kaum pemilik dan kemiskinan rakyat. Hal terpenting dari anggapan Hess adalah revolusi sosial lebih penting daripada revolusi politik.
Selama di Berlin, setelah pindah dari Trier, Marx sangat terkesan dengan filsafat Hegel yang menyatakan bahwa filsafat politik Hegel menempatkan rasionalitas dan kebebasan sebagai nilai tertinggi. Tetapi juga Marx sangat terganggu oleh inconsistency : mengapa masyarakat yang nyata, masyarakat Prussia, kebalikan dari masyarakat rasional dan bebas seperti yang dipikrkan Hegel. Ternyata jawaban Marx dan teman-temannya ialah Hegel hanya merumuskan pikiran. Yang masih diperlukan Hegel adalah pikiran itu menjdai kenyataan. Dengan kata lain, teori harus menjadi praktis. Pemikiran harus menjadi unsure pendororng perubahan sosial. Dua hal yang menjadi cita-cita Karl Marx adalah kemerdekaan dan kemerdekaan dapat diwujudkan secara nyata, filsafat harus menjadi kekuatan praktis-revolusioner.
Filsafat Hegel sendiri adalah ungkapan suatu keterasingan manusia dari dirinya sendiri. Keterasingan itu menurut Feuerbach terungkap dalam agama. Marx menerima interpretasi itu, tetapi nmenunjukan bahwa agam merupakan keterasingan sekunder. Keterasingan primer adalah keterasingan manusia individual dari hakikatnya yang sosial sebagaimana terungkap dalam dalam individualsme modern. Tanda keterasingan manusia dari sifatna yang sosial adalah eksistensi negara sebagai lembaga represi. Proletariat sebagai kelas yang memiliki potensi untuk berevolusi dan menghancurkan keterasingan itu.
Dalam buku The Germany Ideology yang disusun bersama Engels, Marx mengklaim bahwa ia menemukan hukum yang mengatur perkembanagan masyarakat dan sejarah, dan hukum itu adalah prioritas utama bidang ekonomi yang biasa disebut sebagai pandangan sejarah yang materialistik. Bidang ekonomi menentukan bidang politik dan pemikiran manusia, bahwa bidang ekonomi ditentukan oleh pertentangan atara kelas-kelas pekerja dan kelas-kelas pemilik, bahwa pertentangan itu dipertaam oleh kemajuan teknik produksi, dan bahwa pertetangan itu akhirnya meledak dalam sebuah revolusi yang mengubah struktur kekuasaan di bidang ekonomiserte mengubah struktur kenegaraan dan gaya manusia berpikir. Kapitalisme pun berakhir dalam sebuah revolusi, tetapi revolusi itu berbeda dari semua revolusi sebelumnya, akan mengahapus perpecahan masyarakat ke dalam kelas-kelas yang salig bertentanga. Dengan demikian, menghapus hak milik pribadi dan menghasilkan masyarakat yang sosialis. Untuk membuktikan kebenaran ramalannya tentang kehancuran kapitalis dan keniscayaan sosialisme, kemudian diluncurkan buku Das Kapital, buku kedua dan ketiganya baru diluncurkan oleh Engels setelah Marx meninggal. Selain Hegel dan Engels, Marx juga merasa kagum sekaligus memberikan kritik terhadap filsafat yang diungkapkan oleh Feuerbach. Dalam urusan agama, Feuerbach manggap bahwa filsafat agama Hegel itu hanya memutarbalikka kenyataan. Hegel member kesan seakan-akan yang nyata adalah Alloh (yang jelas tidak terlihat) dan manusia (yang terlihat) sebagai wayangnya. Bukan manusia itu pikiran Alloh melainkan Alloh adalah pikiran manusia. Inti kritik Feuerbach terhadap hakikat filsafat Hegel sebenarnya hanyalah kepercayaan agama yang terselubung.
Marx pun ikut mengkritik terhadap kritik agama Feuerbach. Kritik Feuerbach membebaskan Marx dari pancaran pesona Hegel. Menurut Marz, manusiayang membentuk agama, bukan agama yang membentuk manusia. Menurutnya Agama hanyalah tanda keterasingan manusai tetapi bukan dasarnya. Agama hanyalah pelarian karena realitas memaksa manusia untuk melarikan diri. Agama adalah realisasi hakikat manusia dalam angan-angan karena hakikat mansia tidak mempunyai realitas yang sungguh-sungguh.
Berbicara mengenai revolusi, Marx menegaskan bahwa tidak mungkin revolusi itu disulut oleh filsafat semata. Evolusi membutuhkan unsur pasif, dasar material. Tetapi apakah rakyat benar-benar merindukan revolusi? Kalau rakyat benar-benar ditindas, dia tentu ingin berevolusi. Sedangkan apabila dia tidak mau berrevolusi, berarti kondisinya memang belum matang. Revolusi menurut Marx dan merupakan hal sangat saya suka adalah revolusi manusiawi, artinya radikal, tidak hanya politis. Marx bertolak dari pengandaian bahwa akan menghancurkan kekuasaan yang dirasakan paling menindas. Tetapi apakah ada kelas yang tidak ditindas oleh satu kelas saja, lalu revolusi emlawan kelas itu, lalu berkoalisi denagn kelas lain yang merasa sama ditindas, kemudian dia menjadikan dirinya sebagai penguasa baru? Kelas yang dicari Marx adalah kelas yang terindas tidak hanya sebagin tetapi total, harus berlawanan tidak dengan sebagian masyarakat, tetapi denagn semua lapisan masyarakat. Kelas itu tidak hanya mengalami macam-macam penghinaan, tetapi mesti kehilangan kemanusiaannya. Hanya kelas seperti itu yang dapat melakukan revolusi radikal yang mengmansipasikan manusai seluruhnya, tanpa menciptakan struktur kekuasaan kelas atas baru atas kelas-kelas lain. Berrevolusi berarti pembubaran suatu sistem atau golongan tertentu. Pembubaran masyarakat sabgai olongan tersendiri itu dinamakan proletariat.
Dalam proletariat yang baru diakui, Marx menemukan kelas yang dicarinya. Kelas yang mendesak kea rah pikiran radikal, yang mempunyai kebutuhan bukan akan revolusi parsial tetapi revolusi total. Maka proletariatlah ayng menjadi partner filsafat dalam karya emansipasi manusia. Ada sitilah Marx yang mengatakan “Apabila filosof dan proletariat bertemu, revolusi mesti pecah.”
Hal inti yang saya ambil dari buku Pemikiran Karl Marx Karangan Franz Magnis-Suseno adalah mengetahui bagaimana pemikiran-pemikiran Karl Marx tentang revolusi (hal yang mungkin cocok untuk menata ulang Indonesia), proletariat, stateless (bahwa memungkinakn di dunia ini tidak perlu ada negara, dengan catatan semua pnduduk berada di kelas yang sama ), determinasi ekonomi (sejarah manusia dari ekonomi, jika manusia sudah mengerti ekonomi, maka tidak perlu ada negara), negara berpusat pada masyarakat yang menang yaitu kapitalis.
Membaca buku ini membuat saya membuka mata bahwasannya marxisme dan komunisme itu berbeda. Dan marxisme juga komunisme tidaklah mengerikan dan sedahsyat yang dikhawatirkan Orde Baru. Juga saya menjadi mengerti mengapa Orde Lama seolah-olah membiarkan komunisme tumbuh di Indoensia.